Renungan Harian, 26 Maret 2012
Memenuhi Nazar
Hakim-hakim 11:1-40; Kisah Para Rasul 18:18
“Demi dilihatnya dia, dikoyakkanlah bajunya, sambil berkata: “Ah,
anakku, engkau membuat hatiku hancur luluh dan engkaulah yang mencelakakan aku;
aku telah membuka mulutku bernazar kepada Tuhan, dan tidak dapat aku mundur”
(Hakim-hakim 11:35)
Saat ini kita
belajar dari pribadi yang luar biasa. Pribadi itu adalah Yefta, seorang
pahlawan Israel yang luar biasa (Hak 11:1). Ia menjadi Hakim atas Israel,
melalui dia Allah mengaruniakan kemenangan yang luar biasa atas bani Amon (Hak
11:32-33).
Sebagai
seorang pemimpin dan pahlawan bagi bangsa Israel, Yefta memiliki karakter yang
luar biasa. Ia adalah pribadi yang selalu konsisten dengan apa yang dilakukan
dan diucapkannya. Ia selalu menepati segala sesuatu yang ia ucapakan.
Sebelum ia
berangkat berperang melawan bani Amon, ia mengucapkan suatu nazar kepada Allah,
bahwa jika ia menang dalam peperangan, yang pertama kali keluar dari pintu
rumahnya akan dikorbankan bagi Allah (Hak 11:31). Ketika ia berkata demikian,
Yefta tahu benar bahwa setiap nazar yang keluar dari mulut seseorang haruslah
dipenuhi (Bil 30:2), sebab nazaar adalah suatu perjanjian dengan Allah.
Pada waktu
berperang, Allah memberikan kemenangan yang luar biasa pada bangsa Israel. Dan
ketika Yefta pulang, didapati anak perempuannya adalah yang pertama kali keluar
dari pintu rumahnya. Anak itu adalah anak satu-satunya yang dimiliki oleh
Yefta. Walaupun ia sempat bersedih, tetapi sebagai hamba Allah, pada akhirnya
ia menepati janjinya dengan mempersembahkan anaknya sebagai korban bagi Allah
(Hak 11:39).
Kisah tersebut
adalah nyata dan tercatat dalam sejarah Alkitab, kisah yang luar biasa yang
menunjukkan sebuah komitmen dalam menepati sebuah nazar. Dan dari kisah ini
kita belajar suatu kebenaran firman Tuhan, bahwa sebagai anak-anak Tuhan kita
patut menjaga setiap perkataan kita. Kita memang boleh saja “bernazar”, tetapi
kita harus tahu juga bahwa ketika kita bernazar, kita tidak sedang berjanji
pada manusia, tetapi kita sedang berjanji kepada Allah. Akan setiap “nazar”
yang keluar dari mulut kita, Allah pasti menuntut pertanggungan jawab kita,
atas “nazar” tersebut.
Oleh sebab
itu, sebagai orang percaya, janganlah kita mudah sekali mengucapkan suatu
“nazar” jika kita tidak dapat memenuhinya, sebab Allah akan memperhitungkannya
sebagai sebuah dosa dan kesalahan.
Renungan :
Jika saudara hari ini sadar,
bahwa seringkali saudara bernazar kepada Allah dan tidak menepatinya, segeralah
bertobat, minta ampun pada Allah dan penuhilah nazar saudara dihadapan Allah,
maka Ia Allah yang setia akan mendengarkan doa saudara.
Tidak ada komentar